Rabu, 11 April 2018

Mempertanyakan Soal Moral

Saya lagi pengen sekali buat sebuah tulisan (cerpen/novel) tentang moral, tentang hak hidup semua mahluk. Tapi agaknya masih sangat sulit saya wujudkan. Saya rasa itu karena ketololan dan kedunguan saya dalam dunia tulis-menulis atau memang susah menuliskan tema itu.

Keinginan ini muncul karena kerisauan saya, kegundahan saya tentang dunia ini. Saya melihat seakan-akan hanya manusia yang boleh hidup dan berhak hidup. Berapa banyak aturan yang dibuat oleh manusia untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia? Sudah banyak, banyak sekali. Akan tetapi berapa banyak aturan yang menjamin keberlangsungan hidup -misal- ayam? Kenapa dia tidak berhak untuk mendapatkan hak yang serupa dengan manusia? Mungkin jawaban yang akan terlontar adalah karena mereka hewan. Tapi bukankah mereka mahluk juga? Bukankah mereka juga bagian dari alam semesta ini? Kalau memang ayam tidak berhak mendapatkan perlindungan, kenapa badak putih di afrika mendapatkannya, Bahkan sangat eksklufif karena setiap saat ada tentara yang menjaganya?

Ini mungkin juga muncul dari kegelisahan saya melihat manusia yang memperkosa alam untuk tunduk kepadanya. Atau mungkin karena ketololan saya yang ingin menyamakan manusia dengan hewan. Atau mungkin juga muncul karena melihat pembunuhun terhadap manusia atas dasar membela moral. Memang moral yang mana? Moral macan apa yang mengajarkan manusia untuk membunuh manusia?

Memang dimana perbedaan manusia dan hewan? Perbedaannya banyak, lumayan banyak. Tapi bukankah dibalik perbedaan juga terdapat kesamaan? Manusia dan hewan sama-sama mahluk hidup, butuh untuk makan dan juga mempertahankan diri. Sejatinya mau dipoles bagaimanapun, diberi kostum apapun dan diucapkan dengan cara apapun, jika bersedia untuk jujur, kehidupan di dunia manusiapun juga berdasar pada hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang akan menang, dialah yang akan menguasai dan dialah yang akan makan banyak.

Itulah yang membiat saya bingung bagaimana cara menuliskannya. Moral manakah yang paling baik, yang paling pas dengan kehidupan ini? Dan, moral manakah yang pantas saya bela dalam tulisan saya? Adakah moral universal yang berlaku bagi semua mahluk di dunia ini? Saya rasa, kok, ujung-ujungnya sama saja ; yang kuat yang akan menang. (Kuat bisa diartikan apa saja, termasuk kekuatan menarik simpati dengan tangisan atau cerita-cerita sedih)

Saya jadi ingat dengan pesan dari mahluk mitologi yunani, Silenus. Dia mengatakan kepada Midas jika nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan dan apabila hidup maka matilah secepat mungkin. Dengan tidak terlahir maka manusia tidak perlu untuk mengambil keunggulan diantara dua jenis kelamin dan lebih dari itu, manusia juga tidak perlu merasakan segala kegelisahan dan rasa bersalah terhadap segala hal yang akan, sedang atau telah dilakukan. Pesan ini juga menjadi inspirasi Soe Hok Gie untuk puisinya.

Atau, dalam menjalani hidup manusia tidak seharusnya menggunakan rasa? Cukup menggunakan akal dan raga untuk tetap bertahan hidup sampai tua, Karena rasa memang terbukti berhasil menghentikan setiap langkah manusia, begitukah?

Pada akhirnya, tulisan saya (cerpen/novel) tentang moral, tentang hak hidup semua mahluk tidak akan selesai-selesai karena saya malah sibuk nulis artikel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sakit Hati

Jutaan kali sudah frasa 'sakit hati' diucapkan dari generasi ke generasi dengan berbagai alasan, mulai dari mimpi yang tidak tercapa...